Kokas ibarat monumen hidup yang tetap eksis sepanjang waktu. Wilayah ini
merekam dan menyimpan banyak peninggalan masa silam zaman pra sejarah Nusantara. Salah satu pesona
magis yang menjadi daya tarik Kokas adalah ditemukannya berbagai cap tangan
berwarna merah yang terlukis pada dinding-dinding batu di tebing dan gua yang
terletak di pinggir laut. Obyek wisata arkeologi ini dikenal sebagai situs
purbakala Kokas atau oleh masyarakat setempat biasa disebut dengan nama
Tapurarang. Karena warna merah pada lukisan cap tangan di tebing tersebut
menyerupai warna darah manusia, masyarakat setempat juga sering menyebut
Tapurarang sebagai lukisan cap tangan darah. Cap-cap tangan yang ditemukan di
Kokas memiliki kemiripan dengan beberapa lukisan dinding seperti yang terdapat
di Sangkulirang (Kutai Timur, Kalimantan Timur)
atau di Gua Leangleang
(Maros, Sulawesi Selatan). Di Distrik Kokas, Tapurarang yang merupakan kekayaan
peninggalan zaman pra sejarah ini bisa dijumpai di beberapa tempat antara lain
di Andamata, Fior, Forir, Darembang, dan Goras.
Terdapat mitos yang berkembang dan dipercaya masyarakat setempat mengenai
asal-usul keberadaan lukisan dengan cap tangan berwarna merah darah di situs
purbakala Tapurarang tersebut. Warga adat yang tinggal di Kokas meyakini bahwa
tebing atau gua yang menjadi lokasi ditemukannya Situs Purbakala Tapurarang
adalah tempat yang disakralkan. Mereka percaya lukisan-lukisan berwarna merah
darah tersebut merupakan wujud orang-orang yang dikutuk oleh arwah seorang
nenek. Nenek tersebut telah menjelma menjadi setan kaborbor atau hantu
penguasa lautan, yaitu hantu yang paling menakutkan. Si nenek meninggal saat
terjadi musibah yang menenggelamkan perahu yang ia tumpangi. Dari seluruh
penumpang di perahu itu, hanya si nenek yang tewas. Konon, tidak ada satu pun
penumpang di atas perahu yang berusaha membantu nenek itu untuk menyelamatkan
diri. Karena merasa sakit hati, arwah nenek yang telah berubah menjadi setan kaborbor
tersebut mengutuk seluruh penumpang perahu yang tidak mengasihani dirinya dan
malah sibuk menyelamatkan diri mereka sendiri dengan berebut naik di atas
tebing batu. Akibat kutukan nenek tersebut, seluruh penumpang beserta
hasil-hasil laut yang dibawa seketika itu berubah menjadi lukisan yang menempel
di dinding-dinding tebing.